Prinsip Belajar Matematika

Segala aktivitas  yang  dilakukan manusia dalam usaha memperbaiki diri atau dengan kata lain aktivitas manusia bersifat positif disebut belajar. Di dalam  Islam setiap  manusia dituntut untuk senantiasa belajar, karena  orang yang belajar adalah orang-orang yang  berilmu dan sebaliknya orang-orang yang berilmu sangat mulia di sisi-Nya.
Belajar merupakan kegiatan rutinitas manusia untuk menempuh hidup di dalam kehidupannya. Di dalam belajar manusia mengalami perubahan. Istilah perubahan memiliki arti bahwa seseorang yang telah  belajar akan mengalami perubahan tingkah laku, baik itu aspek pengetahuan, maupun aspek-aspek sikapnya, misalnya dari tidak bisa menjadi bisa, dari tidak mengerti menjadi mengerti, dari ragu  menjadi yakin dan lain-lain. Singkatnya belajar adalah aktivitas sadar yang dilakukan seseorang untuk mengubah tingkah laku ke arah yang lebih baik.
Dalam pelaksanaannya belajar matematika memiliki beberapa prinsip antara lain: 
a.    Belajar matematika merupakan  belajar konsep abstrak di mana teorema dan dalil perlu dibuktikan kebenarannya dengan pembuktian deduktif.
b.   Belajar matematika merupakan belajar mengenai ide, gagasan yang logis dan ter struktur di mana pelajaran sebelumnya sangat berkaitan dengan pelajaran  sekarang dan akan datang.
c.      Belajar  matematika merupakan belajar dengan sistem atau sistematis, yang sifatnya mengulang jika tidak menguasai salah satu poin atau materi-materi yang ada di dalamnya.
d.      Belajar matematika harus banyak mengulang/latihan.
e.      Belajar matematika harus banyak mengerjakan soal, agar dapat memecahkan masalah yang terdapat di sekitar lingkungan, baik di sekolah, di rumah maupun di sekitarnya. 


Sedangkan dalam Kurikulum 2004, pembelajaran matematika menganut prinsip-prinsip sebagai berikut:
1.      Prinsip pedagogis (pendidikan) secara umum:
Pembelajaran di wali dari kongkrit menuju ke abstrak, dari sederhana menuju ke kompleks (rumit), dan dari mudah menuju ke sulit dengan menggunakan berbagai sumber belajar.
2.      Konstruktivisme:
Belajar akan bermakna bagi siswa apabila mereka aktif dengan berbagai cara untuk mengkonstruksi (membangun) sendiri pengetahuannya. Dalam hal ini tugas guru adalah menciptakan lingkungan belajar yang memungkinkan siswa melakukan penemuan-ulang konsep, rumus, atau prinsip matematika di bawah bimbingan guru (proses reinvensi terbimbing / guided reinvention).
3.      Pendekatan pemecahan masalah:
Pendekatan pemecahan masalah merupakan fokus dalam pembelajaran matematika. Siswa diberi kesempatan untuk banyak memecahkan masalah dengan cara sendiri. Selain masalah tertutup (hanya mempunyai satu solusi), siswa juga perlu menghadapi masalah terbuka (mempunyai lebih dari satu solusi).
4.      Variasi strategi pembelajaran:
Dalam pembelajaran matematika, guru perlu mengkombinasikan berbagai strategi pembelajaran, seperti ekspositori (pemberian penjelasan), inkuiri (penyelidikan), penugasan, dan permainan.
5.      Variasi pengelolaan siswa:
Dalam pembelajaran matematika, guru perlu mengkombinasikan berbagai pengelolaan siswa, seperti kerja individual (perseorangan), kerja kelompok (cooperative learning), dan diskusi klasikal (melibatkan semua siswa di kelas secara bersama-sama).
6.      Lingkungan fisik, sosial, dan budaya:
Setiap sekolah memiliki ciri khas lingkungan belajar, kelompok siswa, orangtua, dan masyarakat yang berbeda-beda dari segi fisik (alam, benda-beda), sosial, dan budaya. Guru perlu mengenali hal ini untuk menetapkan strategi pembelajaran, organisasi kelas, dan pemanfaatan sumber belajar yang efektif.
7.      Masalah kontekstual sebagai titik pangkal (starting point):
Dalam setiap kesempatan, pembelajaran matematika dimulai dengan pengenalan dan pemecahan masalah kontekstual (masalah yang mengandung situasi yang sudah dikenal siswa dari pengalamannya), dan kemudian secara bertahap dibimbing untuk menguasai konsep atau prinsip matematika.
8.      Kelompok siswa normal, sedang, dan tinggi:
Dalam pembelajaran matematika, guru melayani semua kelompok siswa, baik yang normal, sedang, mau pun tinggi. Dalam hal ini guru perlu mengenal dan mengidentifikasi kelompok-kelompok tersebut. Kelompok normal adalah kelompok yang memerlukan waktu belajar relatif lebih lama dari kelompok sedang, sehingga perlu diberikan pelayanan dalam bentuk menambah waktu belajar atau memberikan remediasi (kegiatan pembelajaran untuk membantu siswa mengatasi kesulitan belajar). Sedangkan kelompok tinggi adalah kelompok yang memiliki kecepatan belajar lebih cepat dari kelompok sedang, sehingga guru dapat memberikan pelayanan dalam bentuk akselerasi (percepatan) belajar atau pemberian materi pengayaan. 
Sumber : 
Nurhadi, Kurikulum 2004 Pertanyaan dan Jawaban, (Jakarta : PT. Grasindo, 2004)
http://pmatandy.blogspot.com/2008/12/prinsip-prinsip-pembelajaran-matematika.html
 

0 komentar:

Posting Komentar

Arsip Blog



Diberdayakan oleh Blogger.