a. Hakikat manusia b. Hakikat pendidikan
c. Hakikat budaya
Salah satu teori yang paling banyak diperbincangkan dan controversial tentang hakikat dan kejadian manusia adalah teori evolusi yang dirumuskan oleh Charles Darwin, teori yang berdasarkan perkembangan ini berkesimpulan bahwa manusia merupakanhasil evolusi dari binatang (kera) yang mengalami perubahan secara berlahan-lahan menyesuaikan diri dengan keadaan lingkungan selama berjuta-juta tahun dan akhirnya terwujudlah manusia seperti sekarang.
Walaupun teori ini mempunyai kelemahan seperti terjadinya mata rantai yang terputus (missing link) berupa perubahan bentuk dari kera menjadi manusia, namun tidak dapat disangkal bahwa ada kesamaan-kesamaan antara manusia dan kera dari segi fisik dan psikis sehingga percobaan-percobaan untuk mengetahui berbagai sikap dan kebiasaan serta pengobatan manusia selalu menggunakan binatang, sehingga kita akrab dengan ungkapan yang menyatakan “sebagai kelinci percobaan”.
Manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan sebagaimana juga makhluk-makhluk yang lain di muka bumi ini, dan setiap makhluk yang dijadikan itu memiliki ciri-ciri tertentu yang membedakan ia dengan makhluk lainnya.
Beberapa pandangan tentang manusia adalah sebagai berikut:
1. Manusia itu adalah makhluk berfikir (homo sapiens), biasanya berpikirnya manusia itu adalah kalau dihadapkan pada masalah-masalah, terutama masalah yang menyangkut kehidupan sehari-hari , maka ia akan terus menemukan jawabannya.
2. Manusia adalah makhluk yang suka berbuat, suka menciptakan dan menghasilkan sesuatu (homo faber), memiliki kreativitas yang tinggi dan rajin bekerja.
3. Manusia disebut juga sebagai animal educandum, makhluk yang dapat didik, karena ia mampu berkata-kata dan berbahasa, mampu berkomunikasi dan menerima pesan-pesan, mempunyai potensi untuk mengerti, memahami mengingat dan berfikir.
4. Manusia adalah makhluk yang suka berkawan, butuh mempunyai teman sehingga dikatakan manusia itu adalah zoon politicon (suka berkelompok mengadakan hubungan sosial).
Mill, Hegel dkk (Prayitno, 1999) mengatakan peri kehidupan manusia meliputi pola berfikir, berekspresi, persepsi, kesadaran, moral, kepribadian, kepercayaan, kehendak/kemauan dan hawa nafsu serta seterusnya. Pandangan ini ternyata dalam peri kehidupan manusia tidak menyinggung unsure biologis sama sekali padahal manusia itu merupakan kesatuan unsure jasmani dan rohani. Penulis barat Thompson & Rudolp (1983) mendeskripsikan tentang manusia sebagai berikut:
1. Manusia adalah makhluk rasional yang mampu berfikir dan mempergunakan ilmu untuk meningkatkan perkembangan dirinya.
2. Manusia dapat belajar mengatasi masalah-masalah yang dihadapinya khususnya apabila ia berusaha memanfaatkan kemampuan-kemampuan yang ada pada dirinya.
3. Manusia berusaha secara terus-menerus memperkembangkan dan menjadikan dirinya sendiri, khusunya melalui pendidikan.
4. Manusia dijadikan dan dilahirkan dengan potensi untuk menjadi baik dan buruk, upaya untuk mewujudkan kebaikan dan menghindari atau setidaknya mengontrol keburukan.
5. Selain memiliki dimensi fisik dan psikologis, manusia juga memiliki dimensi spiritual. Ketiga dimensi itu harus dikaji secara mendalam apabila manusia itu hendak dipahami dengan sebaik-baiknya, melalui dimensi spiritualnyaitulah manusia mampu mencapai hal-hal yang berda diluar dirinya dan mewujudkan ide-idenya.
6. Manusia terutama akan melalui tugas-tugas kehidupannya dan kebahagiaan manusia terwujud melalui pemenuhan tugas-tugas kehidupan tersebut.
Dalam berbagai teori dan pendapat menyatakan bahwa manusia itu pada hakekatnya positif, pada setiap pada suasana apapun juga, manusia berada dalam keadaan yang terbaik untuk menjadi sadar dan berkemampuan untuk melakukan sesuatu. Manusia bersifat rasional dan memiliki kebebasan serta kemampuan untuk membuat keputusan didalam hidupnya, namun disadari dalam kebebasannya itu, manusia juga memiliki keterbatasan.
Manusia berupaya sekuat tenaga untuk tetap hidup, tumbuh dan memperkembangkan hubungan yang akrab dengan sesamanya. (Prayitno. 1999) menambahkan beberapa gambaran hakekat manusia sebagai berikut:
1. Manusia adalah makhluk hanya terikat pada khaliknya yaitu keterikatan sebagaimana menjadi dasar penciptaan manusia itu sendiri. Firman Allah: “Tidak kujadikan manusia dan jin kecuali untuk mengabdi kepadaku”.
2. Manusia adalah makhluk tertinggi dan termulia derajatnya dan paling indah diantara segenapmakhluk ciptaan Tuhan. Manusia dijadikan pemimpin terhadap dirinya sendiri dan makhluk-makhluk lainnya diatas bumi ini, manusia diberi kesempatan seluas-luasnya untuk menjadikan diri sehebat-hebatnya, seindah-indahnya, semaksimal mungkin sesuai dengan kemampuan yang ada pada dirinya.
3. Keberadaan manusia dilengkapi dengan empat dimensi kemanusiaan yaitu keindividualan, kesosialan, kesusilaan dan keberagaman yang perlu dikembangkan secara menyeluruh, terpadu selaras, serasi dan seimbang demi terwujudnya kehidupan manusia seutuhnya.
Untuk memberi pemahaman akan hakekat dan pengertian pendidikan, berikut ini dikemukakan sejumlah pendapat yang dikemukakan para ahli yaitu :
1. Pendidikan ialah proses pengubahan sikap dan tat laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan (Kamus Besar Bahasa Indonesia (1991).
2. Dalam pengertian yang sempit pendidikan berarti perbuatan atau proses perbuatan untuk memperoleh pengetahuan (McLeod, 1989).
3. pendidikan ialah segala pengalaman belajar yang berlangsung dalam segala lingkungan dan sepanjang hidup (Mudyahardjo, 2004:6).
4. Dalam pengertian yang agak luas pendidikan diartikan sebagai sebuah proses dengan metode-metode tertentu sehingga orang memperoleh pengetahuan, pemahaman, dan cara bertingkah laku yang sesuai dengan kebutuhan (Muhibinsyah, 2003:10).
5. Menurut Prof.Dr.M.J. lengeveld, pendidikan adalah: “Pemberian bimbingan rohani bagi yang masih memerlukan.”
6. Menurut Prof.Dr.Herman H. Horn, pendidikan adalah proses abadi dari penyesuaian lebih tinggi bagi makhluk yang telah berkembang secara fisik dan mental yang bebas, dan sadar kepada Tuhan seperti termanifestasikan dalama alams ekitar, intelektual, emosional dan kemauan dari manusia.
7. Menurut prof.John Dewey, pendidikan adalah:”Suatu pengalaman.”
8. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara (UUSPN No. 20 tahun 2003).
9. Hakikat pendidikan adalah proses kegiatan mengubah perilaku individu ke arah kedewasaan dan kematangan dalam arti yang seluas-luasnya, bail melalui pemberdayaan dan rekayasa, maupun pembebasan dari belenggu kebodohan, kemiskinan, rendah diri, serta perbudakan (Nursid Sumaatmadja. 2002)
10. Sedangkan didalam TAP MPR No. IV/MPR/ 1973 disebutkan:” Pendidikan pada hakekatnya adalah usaha sadar untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan didalam dan diluar sekolah dan berlangsung seumur hidup.”
Pendidikan menurut UU Sisdiknas 2003 Pasal 1 ayat 1 adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara.
Ki Hajar Dewantara mengartikan pendidikan sebagai daya upaya untuk memajukan budi pekerti, pikiran serta jasmani anak, agar dapat memajukan kesempurnaan hidup yaitu hidup yang selaras dengan alam dan masyarakatnya. Pendidikan tidak hanya berfungsi untuk memajukan jasmani tetapi juga pikiran dan yang lebih terpenting adalah memajukan budi pekerti siswa didik sehingga mencapai kesempurnaan hidup.
Menurut Ki Hadjar Dewantara terdapat lima asas dalam pendidikan yaitu :
1. Asas kemerdekaan; Memberikan kemerdekaan kepada anak didik, tetapi bukan kebebasan yang leluasa, terbuka, melainkan kebebasan yang dituntun oleh kodrat alam, baik dalam kehidupan individu maupun sebagai anggota masyarakat.
2. Asas kodrat Alam; Pada dasarnya manusia itu sebagai makhluk yang menjadi satu dengan kodrat alam, tidak dapat lepas dari aturan main (Sunatullah), tiap orang diberi keleluasaan, dibiarkan, dibimbing untuk berkembang secara wajar menurut kodratnya.
3. Asas kebudayaan; Berakar dari kebudayaan bangsa, namun mengikuti kebudyaan luar yang telah maju sesuai dengan jaman. Kemajuan dunia terus diikuti, namun kebudayaan sendiri tetap menjadi acauan utama (jati diri).
4. Asas kebangsaan; Membina kesatuan kebangsaan, perasaan satu dalam suka dan duka, perjuangan bangsa, dengan tetap menghargai bangsa lain, menciptakan keserasian dengan bangsa lain.
5. Asas kemanusiaan; Mendidik anak menjadi manusia yang manusiawi sesuai dengan kodratnya sebagai makhluk Tuhan.
Pendidikan merupakan proses budaya untuk meningkatkan harkat dan martabat manusia yang berlangsung sepanjang hayat. Pendidikan sangat diperlukan oleh manusia. Hanya manusia pula yang mengembangkan pendidikan sebagai produk kebudayaannya. Itu artinya, peranan pendidikan sangat penting dalam kehidupan manusia, bahkan tidak dapat dipisahkan dari keseluruhan proses kehidupan manusia baik secara individual maupun secara komunal. Dengan kata lain, kebutuhan manusia terhadap pendidikan bersifat mutlak dalam kehidupan pribadi, keluarga, masyarakat dan bangsa (Syafaruddin, dkk.2006:16)
Pendidikan merupakan proses pembinaan tingkah laku perbuatan agar anak belajar berfikir, berperasaan dan bertindak lebih sempurna dan baik daripada sebelumnya. Untuk tujuan tersebut maka pendidikan diarahkan pada seluruh aspek pribadi meliputi jasmani, mental kerohanian dan moral. Sehingga akan tumbuh kesadaran pribadi dan bertanggung jawab akibat tingkat perbuatannya.[1]
Pada hakikatnya, pendidikan adalah suatu proses menumbuh kembangkan eksistensi peserta-didik yang memasyarakat, membudaya, dalam tata kehidupan yang berdimensi local, nasional dan global.[2]
Tujuan pendidikan suatu masyarakat atau bangsa selaras dengan pandangan hidup dan cita-cita masyarakatnya. Cita pendidikan yang positif mendorong anak didik untuk memperoleh pengalaman dan potensi eksotif, objektif dan bertanggung jawab. Dengan demikian menjadi terwujudlah cita-cita demokrasi yang menjadi filsafat dan tujuan dalam pendidikan.
Kebudayaan diambil dari kata dasar budaya. Kebudayaan berasal dari: Kebudayaan = cultuur (bahasa Belanda) = culture (bahasa Inggris) berasal dari perkataan latin“colere” yang berarti mengolah, mengerjakan, menyuburkan dan mengembangkan, terutama mengolah tanah dan bertani, kemudian berkembanglah pengertian kultur sebagai segala daya dan aktivitas manusia untuk mengolah dan mengubah alam.
Dari sudut bahasa Indonesia, kebudayaan berasal dari bahasa sansekerta “ Buddhayah”, yaitu bentuk jamak dari buddhi yang berarti budi atau akal. Pendafat lain mengatakan bahwa “budaya” adalah sebagai suatu perkembangan dari kata majemuk budi-daya, yang berarti daya dari budi, karena itu mereka membedakan antara budaya dengan kebudayaan. Budaya adalah daya dari budi yang berupa cipta, rasa dan karsa, dan kebudayaan adalah hasil dari cipta, rasa dan karsa tersebut.[3]
Pendafat para ahli tentang kebudayaan adalah:[4]
1. E.B. Taylor: “Budaya atau peradaban adalah suatu keseluruhan yang kompleks dari pengetahuan, kepercayaan, seni, moral, hukum, adapt istiadat, serta kemampuan-kemampuan dan kebiasaan lainnya yang diperoleh manusia sebagai anggota masyarakat.”[5]Atau kebudayaan dapat didefenisikan sebagai suatu keseluruhan kompleks yang kompleks, yang didalamnya terkandung ilmu pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan kemampuan yang lain, serta kebiasaan yang didapat oleh manusia sebagai anggota masyarakat.
2. A.L. Kroeber dan C. Kluckhon: Keseluruhan hasil perbuatan manusia yang bersumber dari kemauan, pemikiran dan perasaannya. Karena jangkauannya Ernst Cassier membaginya kedalam lima aspek yang meliputi a) kehidupan spiritual b)bahasadan kesusastraan c) kesenian d) sejarah e) ilmu pengetahuan.
3. Prof. DR. Koentjaroainingrat: Keseluruhan manusia dari kelakuan dan hasil kelakuan yang teratur oleh tata kelakuan yang harus didapatnya dengan belajar dan yang semuanya tersusun dalam kehidupan masyarakat.[6]
Dari berbagai definisi diatas, kebudayaan adalah keseluruhan system gagasan, tindakan dan hasil cipta, karsa dan rasa manusia untuk memenuhi kebutuhan kehidupannya dengan cara belajar, yang semuanya tersusun dalam kehidupan masyarakat.[7]
Menurut Gazalba, kebudayaan adalah “Cara berfikir dan cara merasa yang menyatakan diri dalam seluruh segi kehidupan sekelompok manusia yang membentuk kesatuan social (masyarakat) dalam ruang dan waktu.”
Sifat Hakikat Kebudayaan adalah sebagai berikut:
1. Kebudayaan terwujud dan tersalurkan dari perilaku manusia
2. Kebudayaan telah ada lebih dahulu mendahului lahirnya suatu generasi tertentu, dan tidak akan mati dengan habisnya usia generasi yang bersangkutan
3. Kebudayaan diperlukan oleh manusia dan diwujudkan dalam tingkah lakunya.
Ada tiga isi pokok kebudayaan, yaitu: gagasan-gagasan (idea), aktivitas-aktivitas (activities), dan benda-benda (things). Itu berarti kebudayaan merupakan totalitas atau keseluruhan dari cara berfikir, cara merasa dan cara bertindak serta apa yang dihasilkan manusia dalam kehidupannya sebagai suatu kelompok masyarakat. Semua ciptaan manusia yang berlangsung dalam kehidupannya adalah kebudayaan. yang menampakkan diri pula pada kepribadian dan tingkah laku manusia di dalam antar hubungan dan antar aksinya.[8]
[1] http://vandha. Wordpress. Com/ 2008/11/27/pendidikan-pengajaran-dan-kebudayaan-pendidikan-sebagai-gejala-kebudayaan/
[2]H.A.R.Tilaar, Pendidikan, Kebudayaan, dan Masyarakat MadaniIndonesia: Strategi Reformasi Pendidikan Nasional, Bandung: Remaja Rosda Karya Offset Bandung, 2002, halaman 28
[3] Djoko Widagho, dkk. Ilmu Budaya Dasar, Jakarta: Bumi Aksara, 1991, halaman
[4]Rizal, Fahrul, dkk, Humanika Materi IAD, IBD, dan ISD, Jakarta: Hijri Pustaka Utama, 2008. hlm 87
[5] Theodore Brameld, op.cit. hlm 7
[6]Koentjaraningrat, op.cit, hlm. 9
[7] Rizal, Fahrul, dkk, Humanika Materi IAD, IBD, dan ISD, Jakarta: Hijri Pustaka Utama, 2008. hlm 87
[8] Drs. Usiono M.A. Pengantar Filsafat Pendidikan, Jakarta: Hijri Pustaka Utama,2009, cet:III. Hal:161-163
0 komentar:
Posting Komentar