Universitas Indonesia (UI) Jakarta menganugerahi gelar kehormatan Doktor Honoris Causa (HC) di bidang perdamaian dan kemanusiaan kepada Raja Arab Saudi Abdullah bin Abdul Aziz, Minggu (21/8/2011) waktu Saudi, di negara tersebut. Penganugerahan gelar doktor tersebut diberikan langsung oleh Rektor Universitas Indonesia (UI), Prof. Dr. der. Soz Gumilar Rusliwa Somantri dalam satu upacara yang diadakan di Istana Al-Safa, yang dihadiri para ulama internasional, beberapa menteri Arab Saudi, para pimpinan lembaga tinggi Arab Saudi dan para gubernur.
Dari pihak Indonesia hadir Duta Besar RI untuk Kerajaan Arab Saudi Gatot Abdullah Mansyur, Utusan Khusus Presiden RI untuk Timur Tengah Alwi Syihab, Konjen RI Jeddah Zakaria Anshar dan para guru besar UI.
Raja Abdullah menerima gelar tersebut karena dianggap berhasil memajukan Arab Saudi hingga menjadi pusat peradaban Islam moderat, mewujudkan kesetiakawanan negara Arab dan upaya kerasnya dalam merealisasikan perdamaian di Palestina.
Selain itu, Raja Abdullah juga dianggap berhasil mempromosikan dialog antar penganut agama untuk menciptakan perdamaian dunia dan menyerukan para pemimpin Islam dan non Islam untuk menghapus stereotipe teroris kepada agama Islam. Selain itu, Raja Abdullah juga dinilai memiliki peran dalam persoalan kemanusiaan dan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Berikut adalah pertimbangan-pertimbangan yang membuat Raja Arab Saudi menerima gelar doktor HC dari UI.
1. Raja Arab Saudi dianggap melakukan langkah-langkah modernisasi Islam di Arab Saudi. Contohnya, beliau mendirikan King Abdullah University of Science and Technology yang membolehkan mahasiswa laki-laki dan perempuan kuliah bersama.
2. Raja mendukung pengembangan perekonomian yang berbasiskan energi terbarukan. Untuk mewujudkan ini, Raja membangun sains dan teknologi untuk menghasilkan riset-riset.
3. Raja Arab Saudi dinilai aktif mengembanghkan dialog lintas keagaamaan, utamanya Islam-Yahudi-Kristen. Termasuk juga memberikan pemahaman bahwa terorisme tidak terkait ajaran Islam, namun masalah dimensi ketidakadilan.
4. Raja Arab Saudi juga dinilai aktif mengembangkan perdamaian di kawasan Timur tengah, terutama masalah Palestina-Israel. "Konsep pemikiran beliau disampaikan ke PBB. Meskipun tidak diterima, pemikiran beliau visioner dan berpihak kepada semua pihak," jelas Gumilar.
Gumilar menjelaskan, dalam aturan dan mekanisme pemberian doktor HC dari UI ada perbaikan-perbaikan di masa awal kepemimpinannya yang juga dengan kajian-kajian yang melibatkan unsur-unsur di UI. Perubahan tersebut mengacu pada pemberian HC di luar negeri yang dibuat lebih mudah.
"Termasuk juga dalam kondisi tertentu bisa diberikan di luar kampus. Untuk kasus Raja Arab Saudi ini, kan, karena beliau sudah sepuh. Hal seperti itu juga pernah UI lakukan saat pemberian gelar doktor HC untuk tokoh Buddha di Jepang," katanya.
Menurut Gumilar, sekitar 20 tahun belakangan UI sangat jarang memberikan gelar doktor HC kepada tokoh-tokoh atau orang yang memiliki kelayakan menerima gelar tersebut. Padahal, UI yang masuk dalam kampus berkelas dunia perlu proaktif memberikan gelar doktor HC.
Seperti diberitakan, pemberian gelar HC kepada Raja Abdulah bin Abdul Azis itu dilakukan di Arab Saudi, Minggu (21/8/2011) lalu. Sejumlah kalangan menilai pemberian gelar itu tidak tepat, baik dari pihak internal maupun eksternal.
Selain karena kurang mempertimbangkan pendapat para guru besar (internal), juga berkembang keberatan karena Pemerintah Arab Saudi dinilai melakukan banyak pelanggaran HAM, terutama berkait dengan pemancungan TKI beberapa waktu lalu.
Dari pihak Indonesia hadir Duta Besar RI untuk Kerajaan Arab Saudi Gatot Abdullah Mansyur, Utusan Khusus Presiden RI untuk Timur Tengah Alwi Syihab, Konjen RI Jeddah Zakaria Anshar dan para guru besar UI.
Raja Abdullah menerima gelar tersebut karena dianggap berhasil memajukan Arab Saudi hingga menjadi pusat peradaban Islam moderat, mewujudkan kesetiakawanan negara Arab dan upaya kerasnya dalam merealisasikan perdamaian di Palestina.
Selain itu, Raja Abdullah juga dianggap berhasil mempromosikan dialog antar penganut agama untuk menciptakan perdamaian dunia dan menyerukan para pemimpin Islam dan non Islam untuk menghapus stereotipe teroris kepada agama Islam. Selain itu, Raja Abdullah juga dinilai memiliki peran dalam persoalan kemanusiaan dan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Berikut adalah pertimbangan-pertimbangan yang membuat Raja Arab Saudi menerima gelar doktor HC dari UI.
1. Raja Arab Saudi dianggap melakukan langkah-langkah modernisasi Islam di Arab Saudi. Contohnya, beliau mendirikan King Abdullah University of Science and Technology yang membolehkan mahasiswa laki-laki dan perempuan kuliah bersama.
2. Raja mendukung pengembangan perekonomian yang berbasiskan energi terbarukan. Untuk mewujudkan ini, Raja membangun sains dan teknologi untuk menghasilkan riset-riset.
3. Raja Arab Saudi dinilai aktif mengembanghkan dialog lintas keagaamaan, utamanya Islam-Yahudi-Kristen. Termasuk juga memberikan pemahaman bahwa terorisme tidak terkait ajaran Islam, namun masalah dimensi ketidakadilan.
4. Raja Arab Saudi juga dinilai aktif mengembangkan perdamaian di kawasan Timur tengah, terutama masalah Palestina-Israel. "Konsep pemikiran beliau disampaikan ke PBB. Meskipun tidak diterima, pemikiran beliau visioner dan berpihak kepada semua pihak," jelas Gumilar.
Gumilar menjelaskan, dalam aturan dan mekanisme pemberian doktor HC dari UI ada perbaikan-perbaikan di masa awal kepemimpinannya yang juga dengan kajian-kajian yang melibatkan unsur-unsur di UI. Perubahan tersebut mengacu pada pemberian HC di luar negeri yang dibuat lebih mudah.
"Termasuk juga dalam kondisi tertentu bisa diberikan di luar kampus. Untuk kasus Raja Arab Saudi ini, kan, karena beliau sudah sepuh. Hal seperti itu juga pernah UI lakukan saat pemberian gelar doktor HC untuk tokoh Buddha di Jepang," katanya.
Menurut Gumilar, sekitar 20 tahun belakangan UI sangat jarang memberikan gelar doktor HC kepada tokoh-tokoh atau orang yang memiliki kelayakan menerima gelar tersebut. Padahal, UI yang masuk dalam kampus berkelas dunia perlu proaktif memberikan gelar doktor HC.
Seperti diberitakan, pemberian gelar HC kepada Raja Abdulah bin Abdul Azis itu dilakukan di Arab Saudi, Minggu (21/8/2011) lalu. Sejumlah kalangan menilai pemberian gelar itu tidak tepat, baik dari pihak internal maupun eksternal.
Selain karena kurang mempertimbangkan pendapat para guru besar (internal), juga berkembang keberatan karena Pemerintah Arab Saudi dinilai melakukan banyak pelanggaran HAM, terutama berkait dengan pemancungan TKI beberapa waktu lalu.
0 komentar:
Posting Komentar