Lebaran tahun ini dikhawatirkan akan berbeda hari antara penetapan pemerintah (Isbat) yang diperkirakan menetapkan 1 Syawwal 1432 H jatuh pada Rabu (31/8) dengan keputusan Muhammadiyah yang sejak awal menetapkan 1 Syawwal jatuh pada Selasa (30/8). Hal ini juga terlihat dari kalender mereka yang mencantumkan tanggal 1 Syawwal yang berbeda dengan kalender resmi pemerintah. Sementara NU, Persis dipastikan akan mengikuti keputusan pemerintah yaitu berlebaran pada Rabu (31/8) karena secara kebetulan berdasarkan kriteria yang mereka gunakan menghasilkan kesimpulan yang sama.
Senin (29/8) sore merupakan saat pelaksanaan rukyatul hilal untuk menentukan awal bulan Syawwal 1432 Hijriyah. Sore itu untuk wilayah Yogyakarta, Matahari terbenam pada pukul 17:38 WIB pada azimuth 279° 22' atau 9,3° di Utara titik Barat. Tinggi Hilal (Bulan) saat Matahari terbenam 1,7° di atas horizon di Selatan Matahari. Bulan terbenam pada 17:47 WIB pada azimuth 273°12'. Pada kondisi ini secara astronomis Hilal mustahil dapat dirukyat. Lalu kenapa berangkat rukyat? Ya setidaknya memastikan hilal tidak terlihat.
RHI Yogyakarta merencanakan akan melakukan rukyatul hilal bersama Tim BHR DIY di POB Bela-belu Parangkusumo Yogyakarta pada Senin, 29 Agustus 2011 dan Selasa, 30 Agustus 2011 di POB Bela-belu Parangkusumo, Bantul Yogyakarta. Seperti halnya tahun lalu, tahun ini juga RHI menjadi salah satu Tim rukyat nasional dari 14 lokasi Rukyat Nasional di Indonesia kerjamasama antara BHR Kemenag DIY, Telkom DIY, Kominfo dan Bosscha.
Peta Ketinggian Hilal pada 29 Agustus 2011
Pada Gambar 1 ditampilkan peta ketinggian Hilal untuk pengamat di antara 60o LU sampai dengan 60o LS saat Matahari terbenam di masing-masing lokasi pengamat di permukaan Bumi pada tanggal 29 Agustus 2011. Pada Gambar 1 tersebut ditampilkan pula ketinggian Hilal untuk pengamat yang berada di Indonesia. Hal ini lebih jelas dapat dilihat pada Gambar 2. Pada kedua gambar tersebut, ketinggian Hilal dinyatakan sebagai ketinggian pusat piringan Bulan dari Horizon dengan ketinggian pengamat dianggap 0 meter dpl dan efek refraksi atmosfer Bumi belum diikutsertakan dalam perhitungan.
Gambar 1. Peta ketinggian Hilal tanggal 29 Agustus 2011 untuk pengamat antara 60o LU s.d. 60o LS.
Sebagaimana terlihat pada Gambar 1, ketinggian Hilal 0o melewati Samudra Pasifik, Indonesia, India bagian Selatan, Semenanjung Arabia, Afrika bagian Utara, Samudra Atlantik, Amerika Utara Samudra Pasifik. Secara sederhana, garis ketinggian Hilal 0o dapat dianggap sebagai garis batas tanggal qomariah. Daerah yang berada di sebelah Barat Daya garis ketinggian Hilal 0o dimungkinkan untuk memulai awal Syawwal 1432 H pada tanggal 30 Agustus 2011 mengingat Hilal masih berada di atas horizon saat Matahari terbenam tanggal 29 Agustus 2011. Adapun daerah di sebelah Timur Laut garis ketinggian Hilal 0o belum akan memulai awal Syawwal 1432 H pada tanggal 30 Agustus 2011. Ini karena saat Matahari terbenam tanggal 29 Agustus 2011, Hilal sudah di bawah horizon. Namun demikian, dalam praktiknya penentuan awal Syawwal 1432 H bergantung kepada kebijakan masing-masing negara.
Gambar 2. Peta ketinggian Hilal tanggal 29 Agustus 2011 untuk pengamat di Indonesia
Pada Gambar 2 terlihat ketinggian Hilal di Indonesia saat Matahari terbenam pada 29 Agustus 2011 berkisar antara -0,60o sampai dengan 1,40o. Setelah efek refraksi standar1,2) dan semi diameter Bulan diikutsertakan dalam perhitungan, akan diperoleh peta ketinggian Hilal sebagaimana ditampilkan Gambar 3. Pada Gambar 3 tersebut, ketinggian Hilal dinyatakan sebagai ketinggian titik di piringan Bulan yang jarak sudutnya paling dekat dengan pusat Matahari dari horizon teramati dengan elevasi pengamat dianggap 0 meter dpl. Sebagaimana terlihat pada Gambar 3, ketinggian Hilal dari horizon teramati di Indonesia saat Matahari terbenam pada 29 Agustus 2011 antara -0,10o sampai dengan 1,60o.
Gambar 3. Peta ketinggian Hilal dari horizon teramati tanggal 29 Agustus 2011 di Indonesia
Waktu Konjungsi (Ijtima’) dan Terbenam Matahari pada 29 Agustus 2011
Konjungsi geosentrik atau konjungsi atau ijtima’ adalah peristiwa ketika bujur ekliptika Bulan sama dengan bujur ekliptika Matahari dengan pengamat diandaikan berada di pusat Bumi. Kejadian ini akan kembali terjadi pada Senin, 29 Agustus 2011, pukul 03 : 04 UT pukul 10 : 04 WIB atau 11 : 04 WITA atau 12 : 04 WIT, yaitu ketika nilai bujur Ekliptika Matahari dan Bulan tepat sama 155,458o. Pada saat konjungsi tersebut, jarak sudut Matahari dan Bulan (elongasi) adalah 4,851o. Elongasi ini lebih besar daripada jumlah semi diameter Bulan dan Matahari pada saat tersebut, yaitu 0,538o. Periode sinodis Bulan sendiri terhitung sejak konjungsi sebelumnya hingga konjungsi yang akan datang ini adalah 29 hari 8 jam 24 menit.
Waktu terbenam Matahari dinyatakan ketika bagian atas piringan Matahari tepat di horizon teramati. Keadaan ini bergantung pada berbagai hal, yang di antaranya adalah semi diameter Matahari, efek refraksi atmosfer Bumi dan elevasi lokasi pengamat di atas permukaan laut (dpl). Dalam perhitungan standar1), semi diameter Matahari dianggap 16’, efek refraksi dianggap 34’ dan elevasi pengamat dianggap 0 meter dpl. Berdasarkan hal ini Matahari terbenam di wilayah Indonesia pada tanggal 29 Agustus 2011 paling awal terjadi pada pukul 17 : 37 WIT di Merauke dan paling akhir pada pukul 18:47 WIB di Sabang. Dengan memperhatikan waktu konjungsi dan Matahari terbenam, dapat dikatakan bahwa konjungsi terjadi sebelum Matahari terbenam tanggal 29 Agustus 2011 di wilayah Indonesia.
Dengan demikian, secara astronomis waktu pelaksanaan rukyat Hilal di wilayah Indonesia bagi yang menerapkan rukyat dalam penentuan awal bulan qomariah adalah setelah Matahari terbenam tanggal 29 Agustus 2011. Sementara itu bagi yang menerapkan hisab dalam penentuan awal bulan qomariah, perlu diperhitungkan kriteria-kriteria hisab saat Matahari terbenam tanggal 29 Agustus 2011 tersebut.
Jejaring Pengamatan Hilal 1432 H
Nara Sumber :
Rukyatul Hilal Indonesia
Observatorium Bosscha
Sistem Informasi Pengamatan Hilal Kominfo
Senin (29/8) sore merupakan saat pelaksanaan rukyatul hilal untuk menentukan awal bulan Syawwal 1432 Hijriyah. Sore itu untuk wilayah Yogyakarta, Matahari terbenam pada pukul 17:38 WIB pada azimuth 279° 22' atau 9,3° di Utara titik Barat. Tinggi Hilal (Bulan) saat Matahari terbenam 1,7° di atas horizon di Selatan Matahari. Bulan terbenam pada 17:47 WIB pada azimuth 273°12'. Pada kondisi ini secara astronomis Hilal mustahil dapat dirukyat. Lalu kenapa berangkat rukyat? Ya setidaknya memastikan hilal tidak terlihat.
RHI Yogyakarta merencanakan akan melakukan rukyatul hilal bersama Tim BHR DIY di POB Bela-belu Parangkusumo Yogyakarta pada Senin, 29 Agustus 2011 dan Selasa, 30 Agustus 2011 di POB Bela-belu Parangkusumo, Bantul Yogyakarta. Seperti halnya tahun lalu, tahun ini juga RHI menjadi salah satu Tim rukyat nasional dari 14 lokasi Rukyat Nasional di Indonesia kerjamasama antara BHR Kemenag DIY, Telkom DIY, Kominfo dan Bosscha.
Peta Ketinggian Hilal pada 29 Agustus 2011
Pada Gambar 1 ditampilkan peta ketinggian Hilal untuk pengamat di antara 60o LU sampai dengan 60o LS saat Matahari terbenam di masing-masing lokasi pengamat di permukaan Bumi pada tanggal 29 Agustus 2011. Pada Gambar 1 tersebut ditampilkan pula ketinggian Hilal untuk pengamat yang berada di Indonesia. Hal ini lebih jelas dapat dilihat pada Gambar 2. Pada kedua gambar tersebut, ketinggian Hilal dinyatakan sebagai ketinggian pusat piringan Bulan dari Horizon dengan ketinggian pengamat dianggap 0 meter dpl dan efek refraksi atmosfer Bumi belum diikutsertakan dalam perhitungan.
Gambar 1. Peta ketinggian Hilal tanggal 29 Agustus 2011 untuk pengamat antara 60o LU s.d. 60o LS.
Sebagaimana terlihat pada Gambar 1, ketinggian Hilal 0o melewati Samudra Pasifik, Indonesia, India bagian Selatan, Semenanjung Arabia, Afrika bagian Utara, Samudra Atlantik, Amerika Utara Samudra Pasifik. Secara sederhana, garis ketinggian Hilal 0o dapat dianggap sebagai garis batas tanggal qomariah. Daerah yang berada di sebelah Barat Daya garis ketinggian Hilal 0o dimungkinkan untuk memulai awal Syawwal 1432 H pada tanggal 30 Agustus 2011 mengingat Hilal masih berada di atas horizon saat Matahari terbenam tanggal 29 Agustus 2011. Adapun daerah di sebelah Timur Laut garis ketinggian Hilal 0o belum akan memulai awal Syawwal 1432 H pada tanggal 30 Agustus 2011. Ini karena saat Matahari terbenam tanggal 29 Agustus 2011, Hilal sudah di bawah horizon. Namun demikian, dalam praktiknya penentuan awal Syawwal 1432 H bergantung kepada kebijakan masing-masing negara.
Gambar 2. Peta ketinggian Hilal tanggal 29 Agustus 2011 untuk pengamat di Indonesia
Pada Gambar 2 terlihat ketinggian Hilal di Indonesia saat Matahari terbenam pada 29 Agustus 2011 berkisar antara -0,60o sampai dengan 1,40o. Setelah efek refraksi standar1,2) dan semi diameter Bulan diikutsertakan dalam perhitungan, akan diperoleh peta ketinggian Hilal sebagaimana ditampilkan Gambar 3. Pada Gambar 3 tersebut, ketinggian Hilal dinyatakan sebagai ketinggian titik di piringan Bulan yang jarak sudutnya paling dekat dengan pusat Matahari dari horizon teramati dengan elevasi pengamat dianggap 0 meter dpl. Sebagaimana terlihat pada Gambar 3, ketinggian Hilal dari horizon teramati di Indonesia saat Matahari terbenam pada 29 Agustus 2011 antara -0,10o sampai dengan 1,60o.
Gambar 3. Peta ketinggian Hilal dari horizon teramati tanggal 29 Agustus 2011 di Indonesia
Waktu Konjungsi (Ijtima’) dan Terbenam Matahari pada 29 Agustus 2011
Konjungsi geosentrik atau konjungsi atau ijtima’ adalah peristiwa ketika bujur ekliptika Bulan sama dengan bujur ekliptika Matahari dengan pengamat diandaikan berada di pusat Bumi. Kejadian ini akan kembali terjadi pada Senin, 29 Agustus 2011, pukul 03 : 04 UT pukul 10 : 04 WIB atau 11 : 04 WITA atau 12 : 04 WIT, yaitu ketika nilai bujur Ekliptika Matahari dan Bulan tepat sama 155,458o. Pada saat konjungsi tersebut, jarak sudut Matahari dan Bulan (elongasi) adalah 4,851o. Elongasi ini lebih besar daripada jumlah semi diameter Bulan dan Matahari pada saat tersebut, yaitu 0,538o. Periode sinodis Bulan sendiri terhitung sejak konjungsi sebelumnya hingga konjungsi yang akan datang ini adalah 29 hari 8 jam 24 menit.
Waktu terbenam Matahari dinyatakan ketika bagian atas piringan Matahari tepat di horizon teramati. Keadaan ini bergantung pada berbagai hal, yang di antaranya adalah semi diameter Matahari, efek refraksi atmosfer Bumi dan elevasi lokasi pengamat di atas permukaan laut (dpl). Dalam perhitungan standar1), semi diameter Matahari dianggap 16’, efek refraksi dianggap 34’ dan elevasi pengamat dianggap 0 meter dpl. Berdasarkan hal ini Matahari terbenam di wilayah Indonesia pada tanggal 29 Agustus 2011 paling awal terjadi pada pukul 17 : 37 WIT di Merauke dan paling akhir pada pukul 18:47 WIB di Sabang. Dengan memperhatikan waktu konjungsi dan Matahari terbenam, dapat dikatakan bahwa konjungsi terjadi sebelum Matahari terbenam tanggal 29 Agustus 2011 di wilayah Indonesia.
Dengan demikian, secara astronomis waktu pelaksanaan rukyat Hilal di wilayah Indonesia bagi yang menerapkan rukyat dalam penentuan awal bulan qomariah adalah setelah Matahari terbenam tanggal 29 Agustus 2011. Sementara itu bagi yang menerapkan hisab dalam penentuan awal bulan qomariah, perlu diperhitungkan kriteria-kriteria hisab saat Matahari terbenam tanggal 29 Agustus 2011 tersebut.
Jejaring Pengamatan Hilal 1432 H
Nara Sumber :
Rukyatul Hilal Indonesia
Observatorium Bosscha
Sistem Informasi Pengamatan Hilal Kominfo
0 komentar:
Posting Komentar