Perbedaan penetapan 1 Syawal 1432 hijriah sebagai tanda masuknya hari Idul Fitri berpotensi mengalami perbedaan. Kondisi ini dipicu penggunaan kriteria hilal yang barbeda sebagai acuan penetapan awal Syawal.
Peneliti senior Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) Thomas Djamaluddin mengatakan, perayaan 1 Syawal 1432 H, umat Islam yang menggunakan kriteria wujudul hilal dipastikan Idul Fitri jatuh pada 30 Agustus 2011. Sedangkan kalangan yang menggunakan visibilitas hilal (imkan rukyat), besar kemungkinan berhari raya pada 31 Agustus 2011.
Dijelaskan, ketinggian bulan pada 29 Agustus kurang dari dua derajat sehingga tak memungkinkan hilal terlihat dengan mata telanjang. Sementara, batas bulan menurut kriteria tersebut mesti berada di atas dua derajat."Jadi ada potensi berbeda," kata Thomas di Jakarta, Senin 22 Agustus.
Menurutnya, perbedaan penetapan 1 Syawal, tidak mustahil akan terulang di masa mendatang selama tidak ada kesepakatan tentang kriteria itu. Ia mengusulkan penyamaan sistem kalender Hijriah.
Thomas menjelaskan, diiperlukan tiga syarat utama untuk mewujudkan penyamaan sistem kalender hijriah. Indonesia sudah memenuhi dua syarat, yaitu batas wilayah dan otoritas tunggal, dalam hal ini menteri agama. Tetapi, Indonesia belum memiliki kesamaan kriteria.
Penyamaan kriteria itu bisa dilakukan dengan mengacu pada ketentuan astronomi. Penyamaan ini, kata dia, bisa menggunakan kriteria hisab rukyat Indonesia, yaitu jarak sudut pandang bulan-matahari lebih dari 6,4 derajat dan beda tinggi bulan-matahari lebih dari empat derajat.
Thomas juga mengungkapkan, upaya penyatuan tersebut tengah ditempuh oleh pemerintah."Saat ini sedang dilakukan penyatuan. Saya yakin itu akan terealisasi," kata Thomas.
Sementara itu, Kasubdit Pembinaan Syariah dan Hisab Rukyat Kementerian Agama Muhyiddin mengimbau masyarakat agar tetap arif, jika ada perbedaan dalam perayaan Idul Fitri.
Pemerintah baru akan menetapkan 1 syawal dalam sidang itsbat yang digelar pada Senin, 29 Agustus 2011 mendatang."Apapun hasilnya, pemerintah tak bisa memaksakan keputusan sidang itu kepada masyarakat," kata Muhyiddin.
Muhammadiyah telah menetapkan 1 Syawal jatuh pada 30 Agustus 2011.
Sidang itsbat melibatkan sejumlah pakar hisab rukyat dan instansi yang tergabung dalam Badan Hisab Rukyat (BHR). Di antaranya, Observatorium Bosscha ITB, Planetarium Jakarta, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), serta Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional (Bakosurtanal). Di samping itu, ada 12 titik pengamatan hilal dalam penentuan 1 Syawal.
Titik-titik itu, di antaranya adalah Observatorium Hilal Lhok Nga, Aceh; Pekan Baru, Riau; Menara Timur Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), Bandung; Observatorium Bosscha, Lembang, Bandung, Jawa Barat; Pos Observasi Bulan (POB) Bukit Bela-belu, Bantul, Yogyakarta; Mataram, Nusa Tenggara Barat; SPD LAPAN, Biak, Papua; Makassar, Sulawesi Selatan; Samarinda, Kalimantan Timur; Nusa Tenggara Barat; Pantai Gebang, Madura; SPD LAPAN Pameungpeuk, Garut, Jawa Barat.
Peneliti senior Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) Thomas Djamaluddin mengatakan, perayaan 1 Syawal 1432 H, umat Islam yang menggunakan kriteria wujudul hilal dipastikan Idul Fitri jatuh pada 30 Agustus 2011. Sedangkan kalangan yang menggunakan visibilitas hilal (imkan rukyat), besar kemungkinan berhari raya pada 31 Agustus 2011.
Dijelaskan, ketinggian bulan pada 29 Agustus kurang dari dua derajat sehingga tak memungkinkan hilal terlihat dengan mata telanjang. Sementara, batas bulan menurut kriteria tersebut mesti berada di atas dua derajat."Jadi ada potensi berbeda," kata Thomas di Jakarta, Senin 22 Agustus.
Menurutnya, perbedaan penetapan 1 Syawal, tidak mustahil akan terulang di masa mendatang selama tidak ada kesepakatan tentang kriteria itu. Ia mengusulkan penyamaan sistem kalender Hijriah.
Thomas menjelaskan, diiperlukan tiga syarat utama untuk mewujudkan penyamaan sistem kalender hijriah. Indonesia sudah memenuhi dua syarat, yaitu batas wilayah dan otoritas tunggal, dalam hal ini menteri agama. Tetapi, Indonesia belum memiliki kesamaan kriteria.
Penyamaan kriteria itu bisa dilakukan dengan mengacu pada ketentuan astronomi. Penyamaan ini, kata dia, bisa menggunakan kriteria hisab rukyat Indonesia, yaitu jarak sudut pandang bulan-matahari lebih dari 6,4 derajat dan beda tinggi bulan-matahari lebih dari empat derajat.
Thomas juga mengungkapkan, upaya penyatuan tersebut tengah ditempuh oleh pemerintah."Saat ini sedang dilakukan penyatuan. Saya yakin itu akan terealisasi," kata Thomas.
Sementara itu, Kasubdit Pembinaan Syariah dan Hisab Rukyat Kementerian Agama Muhyiddin mengimbau masyarakat agar tetap arif, jika ada perbedaan dalam perayaan Idul Fitri.
Pemerintah baru akan menetapkan 1 syawal dalam sidang itsbat yang digelar pada Senin, 29 Agustus 2011 mendatang."Apapun hasilnya, pemerintah tak bisa memaksakan keputusan sidang itu kepada masyarakat," kata Muhyiddin.
Muhammadiyah telah menetapkan 1 Syawal jatuh pada 30 Agustus 2011.
Sidang itsbat melibatkan sejumlah pakar hisab rukyat dan instansi yang tergabung dalam Badan Hisab Rukyat (BHR). Di antaranya, Observatorium Bosscha ITB, Planetarium Jakarta, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), serta Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional (Bakosurtanal). Di samping itu, ada 12 titik pengamatan hilal dalam penentuan 1 Syawal.
Titik-titik itu, di antaranya adalah Observatorium Hilal Lhok Nga, Aceh; Pekan Baru, Riau; Menara Timur Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), Bandung; Observatorium Bosscha, Lembang, Bandung, Jawa Barat; Pos Observasi Bulan (POB) Bukit Bela-belu, Bantul, Yogyakarta; Mataram, Nusa Tenggara Barat; SPD LAPAN, Biak, Papua; Makassar, Sulawesi Selatan; Samarinda, Kalimantan Timur; Nusa Tenggara Barat; Pantai Gebang, Madura; SPD LAPAN Pameungpeuk, Garut, Jawa Barat.
0 komentar:
Posting Komentar